Jumat, 28 Mei 2010

Ya Allah, aku jatuh cinta...!!!

"suatu malam yang biru tanpa dirimu,
berjuta-juta rinduku padamu,
sendiriku pun harus menikmati nyanyian sang rembulan,,,"

lirik lagu yang pas banget, easy listening banget buatku,
karena aku lagi merasa jatuh cinta,
jatuh cinta untuk kesekian kali-nya,
tapi yang ini beda, kenapa???
karena aku lagi jatuh cinta ama grup band indie yang lagi manggung di panggung MTD beberapa waktu lalu.



"engkau yang seharusnya disisiku,
engkau yang slalu ada di khayalku,
semoga kau mendengar lagu ini,
yang kucipta untukmu,,, yeaahh."

emang ini lagu udah buatku jatuh cinta sejak pertama kali mendengar di radio,
lalu tambah yakin cinta ketika ngeliat video klip-nya di tipi,
hummm,,,tambah cintaaa lagi pas ngeliyat sekelompok pemuda nyanyiin lagu ini di event MTD pas sore ku kesana bareng temen kampus.



"oh kasihku,,,
ini ini laguku hanya untuk dirimu,
tanda cintaku padamu, sayang."

model teriak2 ngikutin nyanyi dipinggir panggung,
macem bener2 penyanyi asli yang nyanyiin,
bener2 out of control, gila, total atau apa-lah yang pasti aku lagi hebring,
minta poto-in temen aksi panggung mereka karena aku terlalu sayang meninggalkan aksi mereka.
aku tambah cinta lagi,
tau kenapa???
soalnya mereka manggung dengan accoustic...!!!!
selain itu, gara2 vokalisnya sama seperti orang yang ada dalam khayalanku selama ini
(baca juga posting tentang sebuah catatan tentang festival malang kembali: FMK ketika sore hari)
weww!!!tambah merasa cling2 nih mata.
God!!!aku bener2 jatuh cinta ama mereka,
kapan ya aku bisa ketemu mereka lagi?
ngelihat aksi panggung mereka,
dan aku bakal hebring bin norak sekali lagi,
biar orang berkata aku lebay tapi aku tetep happy...



"suatu malam yang biru tanpa dirimu,
berjuta-juta rinduku padamu,
sendiriku pun harus menikmati nyanyian sang rembulan,,,

engkau yang seharusnya disisiku,
engkau yang slalu ada di khayalku,
semoga kau mendengar lagu ini,
yang kucipta untukmu,,, yeaahh.

oh kasihku,,,
ini ini laguku hanya untuk dirimu,
tanda cintaku padamu, sayang."

tapi emang bener,
selain jatuh cinta ama band indie itu,
lirik lagu ini ngewakilin suasana hatiku saat ini,
karena aku (mungkin) emang lagi jatuh cinta ama seseorang.

Selengkapnya....

Senin, 24 Mei 2010

Sesuatu yang Menjadi Kebiasaan Akan Menjadi Biasa Saja Nantinya (Ga Se-Hebring Waktu Pertamanya)

Apa perasaan kita ketika mendapat sesuatu yang baru? Senang dan penasaran tentunya. bahkan kita akan merasa sayang yang berlebih dengan sesuatu yang baru. Ga usah jauh-jauh ambil contoh, aku sendiri sebagai seseorang yang gampang bosan. Ketika mendapat sesuatu yang baru, bertemu dengan seseorang yang berkesan untuk pertama kali-nya atau melihat kejadian seru untuk yang pertama kalinya, pasti akan merasa hebring ga terkira. Kesan yang kedua mungkin juga masih sama, ketiga sampai ke-empat juga masih sama tapi dengan kadar ke-hebring-an yang mulai menurun dan setelah sesuatu yang baru itu kutemui untuk kelima kali-nya atau bisa dikatakan menjadi kebiasaan, rasa hebring, senang, penasaran dan sayang akan menghilang. Bosan yang akan terasa, il-feel malah.
Itulah aku, yang ketika mendapat baju baru akan merasa baju itu bagus tapi setelah pemakaian kelima akan merasa bosan, yang ketika mendapat kenalan baru --terutama laki-- awalnya akan merasa, wah niy cowok punya kepribadian keren tapi setelah kenal dua bulan bakal ngerasa hambar dan ngerasa bahwa mengaguminya adalah kesalahan, dan yang ketika melihat kejadian seru pertama kalinya akan merasa heboh banget tapi setelah kejadian seru itu dilihat beberapa kali, semuanya biasa saja, lagi-lagi menjadi bosan.
Untuk kejadian ketiga ini aku baru aja mengalaminya, Festival Malang Tempo Dulu (FMTD) yang telah digelar untuk ke-lima kali-nya tahun ini berhasil membuatku merasa di titik puncak kebosanan dan merasa event tahunan ini membosankan, garing dan biasa aja. Padahal even yang awal digelar pada waktu aku menjadi Ma-Ba, tahun 2005, event ini begitu menghebohkan berhasil membuatku berdecak kagum dan menggumam, "kapan ya Surabaya punya gawe seperti ini?" Tapi entahlah, sepertinya setiap tahun event ini buatku agak kecewa dan mulai membandingkan dengan event tahun sebelumnya. Bagiku, event tahun lalu lebih mending daripada tahun ini dan event 2 tahun lalu masih lebih mending daripada event tahun lalu, begitu seterusnya. jadi event ini selalu mengalami penurunan ke-hebring-an buatku. Sebenarnya bukan aku aja sih, teman-temanq yang udah ngeliyat 5 kali even ini pun mengatakan hal yang senada. Tapi animo masyarakat masih begitu besarnya. kegiatan ini masih saja dibanjiri masyarakat malang terutama pada waktu malam hari. Humm, kalau sudah bilang jalan2 di FMTD pas malam hari, jangan harap untuk bisa bergerak bebas. kalau masih sayang kaki mending ke event ini siang-sore. injakan disana-sini sudah biasa, terutama aku yang selalu menginjak kaki orang lain =) Kembali ke animo masyarakat, mungkin saja orang yang datang itu baru aja ngelihat event jadul seperti itu. konsepan kota malang ketika jaman dulu memang mampu menjadi daya tarik masyarakat daripada acara seminar ilmiah, tentunya. Memang tema yang diambil panitia penyelenggara berbeda tiap tahunnya tapi konsepan yang menampilkan stand penjualan yang hanya diterangi lampu petromak atau obor; panggung; arak2an sepeda tua; delman dan kesenian rakyat jalanan berhasil membuatku bosan di tahun ini dan akhirnya mengatakan kalau event ini biasa-biasa aja. Bukan salah panitia sih karena ya itu tadi, tema yang diambil beda tiap tahunya. salah di aku kali ya? ngapain mau tiap tahun ke FMTD kalau udah ngerasa bosan dan menganggap event ini biasa aja atau sebaiknya event ini diadakan lima tahun sekali? seperti pemilihan kepala negara atau daerah. buktinya, event lima tahunan itu ga bosan-bosannya diikuti oleh calon kepala negara atau daerah. bahkan calon2 itu bersemangat meberikan "bantuan ikhlas". Entahlah, tapi karena saya bukan orang yang punya kuasa buat ganti2 konsep acara yang mesti digelar setahun sekali menjadi lima tahun sekali, maka perubahan harus dimulai dari aku. Ya nonton-lah dua tahun sekali atau tetep setahun sekali tapi tanpa ngedumel (secara siapa sih yang mau denger orang ngedumel?). Atau mungkin waktu kesana-nya yang diganti-ganti tiap tahun. kalau tahun ini malam, tahun depan siang atau pagi.
Emang repot sih kalau jadi orang gampang bosen, harus ngatur-ngatur sendiri agar ga mengalami kebosanan. Seperti halnya dalam mendapat baju baru, pertama-nya pasti bakal seneng banget tapi setelah pemakaian ke-lima, jangan harap kesenangan itu masih sama kadarnya. cara yang kutempuh, bakal ga memakai baju itu dalam jangka waktu yang lama =D Kalau masalah laki, apalagi yang baru kenalan, aku kadang mempunyai rasa bosan ama mereka ketika udah ngobrol beberapa lama. apalagi kalau obrolan kita dah ga bisa nyambung, ughh aku bakal il-feel ama mereka. Kejadian ini pernah teralami padaku, awalnya menyenangkan tapi kok lama-lama bosan (ps: padahal dia orang yang bisa membuatku manusia bodoh saat itu), entah kenapa. kalau masih dalam status hubungan belum remi sih ok-ok saja. Tapi kalau nanti terikat secara resmi, yang bertujuan untuk mendapat pahala dariNya, masa aku bakal bosan juga? Biasa-nya sih, intensitas bakal aku atur biar ga sering ketemu. tapi kalau udah terikat resmi? intensitas diatur juga? Mungkin cari seseorang yang hobi traveler, yang sering tugas luar kota, yang sering ga ketemu kali ya? =D Maka-nya aku cari orang yang ga berusaha mengejar aku secara intens tapi lebih ke arah mengembangkan ke-misterius-annya dan bukan yang setiap hari ada buat aku tapi selalu ada ketika aku membutuhkan dia. Ya itu-lah karena sesuatu yang telah menjadi kebiasaan akan menjadi biasa, tak ada lagi rasa penasaran dan sesuatu yang telah lepas dari diri kita akan terasa berharga.

*sebuah catatan hasil pemikiran penulis sendiri, tanpa adanya informasi dari pihak yang berkaitan.

Selengkapnya....

Wartawan Antara Konsistensi dan Eksistensi

Wartawan, sebuah bidang yang penuh dengan tantangan, pikiran kritis dan idealisme kurasa. Lihat saja tentang berita-berita yang ditulis oleh wartawan, dalam hal ini lebih mengarah ke media cetak, semuanya tentang isu-isu yang berkembang dalam masyarakat. Mulai dari kenegaraan yang berhasil membongkar borok makelar kasus di Negara kita sampai ilmu klenik, seperti contohnya berita tentang bocah ajaib asal Jombang yang sempat menghebohkan beberapa waktu lalu. Semuanya ditulis secara men-detail dan memaparkan suatu berita untuk dikonsumsi publik. Tulisan-tulisan cerdas telah mereka buat agar masyarakat luas mengetahui perkembangan informasi. Bidang yang sudah menyita perhatianku akhir-akhir ini, saat diriku sedang mencari jati diri di pre-quarter life ini. Aku berpikir bahwa bidang ini akan sangat mengasyikkan karena perpaduan hobi dan sifatku, seperti yang telah kusebut di awal tulisan. Aku sangat idealis, senang menceritakan sebuah kejadian dalam bentuk tulisan dan berkomentar tentang sesuatu yang telah berkembang di masyarakat, selain itu aku juga sangat suka sekali dengan tantangan dan perjalanan atau bisa disebut no-maden, paduan yang pas untuk bidang wartawan bukan? Bahkan aku berniat mau jadi kuli tinta di bidang kuliah yang ku ambil, pertanian. Aku ingin nanti-nya aku bisa menulis kritis tentang kenyataan situasi pertanian di lapang. Untuk mewujudkan itu semua, aku sekarang mulai ikut seminar, talkshow atau diklat jurnalisme --lebih-lebih media cetak karena aku berpikir melalui tulisan kita bisa mempengaruhi pendapat orang-- disamping ikut seminar tentang lingkungan hidup, pertanian, ketahanan pangan ataupun enterpreneur. Entah mengapa keinginan berkecimpung di bidang ini muncul yang bisa kukatakan terlambat di usia-ku sekarang tapi sebenarnya mending terlambat sekarang daripada nanti. Seperti hari ini, aku ikut talkshow sehari di kampus yang diadakan oleh komunitas pers mahasiswa. Tema yang diangkat cukup menarik, yaitu sebuah isu tentang persaingan media cetak dengan media online.



Talkshow yang telah dipromosikan oleh salah seorang temanku ini telah membuka wajah bidang pers saat ini. Bidang yang saat ini aku idamkan untuk menyalurkan sifat dan hobiku ternyata berbeda dengan kenyataan saat ini. Kenapa? Ini semua karena gempuran dari media online atau istilahnya berita yang kita dapat dari sebuah website di internet. Mendengar kata-kata idealisme tentu kebanyakan orang akan tertawa dan menanggapi, buat apa sih kita membunuh diri kita sendiri? Hal ini juga ter-implikasi oleh pers saat ini, dalam dunia yang telah mengglobal saat ini dimana informasi dapat diakses secepat kedipan mata, media cetak mencoba bertahan dalam gempuran website berita. Media cetak yang awalnya sebagai media yang konsisten bernada satir dan pemersatu pikiran pada perang kemerdekaan menjadi sebuah bidang yang bagaimana bertahan agar tetap eksis saat ini. Idealis pers mulai menjadi lebih realis. Memang itulah kenyataan saat ini, bidang wartawan media cetak memang berusaha untuk tetap bertahan dalam penyediaan pekerjaan karena banyak media cetak di dunia yang beralih menjadi media on-line. Sekarang, untuk tetap mempertahankan pekerjaan ini, banyak media cetak yang melihat pangsa pasar. Pasar atau masyarakat berminat membaca berita yang seperti apa bukannya, masyarakat perlu diberi informasi kritis apa. Melihat kenyataan seperti ini timbul pertanyaanku, kemanakah idealisme wartawan? Kemanakah kekritisan wartawan? Tapi itu semua memang sebuah pilihan, pilihan realis agar eksis atau idealis tapi tetap konsisten dan akhirnya mati perlahan (aku menyadari dengan se-sedar-sadarnya bahwa idealisme bisa membuat kita mati perlahan).
Talkshow yang digelar hari ini juga memaparkan tentang kode etik seorang wartawan dan kebebasan mereka dalam mencari dan menulis berita. Aku menemukan celah disini, apakah seorang wartawan agar tetap eksis akan mengusik sisi lain dari sumber berita yang tidak semestinya dijadikan konsumsi publik? Atau bahkan mungkinkah mereka menulis sebuah berita dengan dilebih-lebihkan yang sebenarnya berita itu tidak demikian besarnya? Lagi-lagi ini memang sebuah pilihan, tetap konsisten atau eksis. Tapi ditambahkan pula dalam talkshow sehari ini, bahwa sebaiknya wartawan tetap memegang dua fungsi mereka yaitu fungsi sosial dan fungsi bisnis. Dua fungsi ini saling melengkapi sehingga para wartawan agar tetap eksis dapat memberikan informasi pada masyarakat sesuai pangsa pasar tapi tetap menjaga kualitas berita itu.
Kita kembalikan bahasan konsisten dan eksis pada diri kita yang mungkin suka menulis gagasan di media cetak. Isi dari gagasan itu akankah tetap menjaga idealis dan bobot tulisan ataukah menulis sebuah gagasan apa adanya asalkan kita mendapat uang dan nama? Mungkin hati nurani kita yang dapat menjawab dengan jujur.
Bahasan lain dari talkshow ini adalah tentang materi media on-line yang disebut-sebut sebagai penghancur utama media cetak, masyarakat memang bisa meng-update berita secara cepat melalui website dan bahkan dapat pula menjadi penulis berita melalui blog. Untuk alasan yang pertama memang media cetak kalah cepat dengan media on-line tapi untuk alasan kedua ini–lah yang membuat media cetak lebih unggul. Seperti yang kita ketahui bahwa blog dapat ditulis oleh para pemilik account yang artinya adalah penulis blog bisa siapa saja dan kurang dapat dipertanggungjawabkan sumbernya karena bisa saja penulisnya memakai nama palsu dan tulisan yang mereka tulis dari sitasi tanpa menulis sumbernya.
Simpulan dari talkshow yang digelar hari ini adalah, bahwa ke-eksistensi-an sebuah media cetak adalah sebuah kombinasi antara konsistensi dan inovasi menuruti pangsa pasar sehingga tercipta tulisan-tulisan cerdas pada media cetak tapi tetap diminati masyarakat ditengah arus derasnya informasi dari media on-line.

Malang, 23 Mei 2010
Sebuah catatan hasil pemikiran pribadi penulis setelah mengikuti talkshow sehari tentang jurnalis.

Selengkapnya....

Sebuah Catatan Tentang Festival Malang Kembali: FMK Ketika Sore Hari

Janjian jalan (lagi) ke festival malang kembali, kali ini ama temen kuliah. Rencana-nya kita mau berangkat ber-dua puluh tujuh tapi gara2 udah pada diluar kota dan kerja (baca: pada lulus) akhirnya yang mau ngumpul cuma delapan orang dan cowok yang ikut cuman satu. Waduh, parah banget nih ceritanya. Ya, ketika ke-egoisan dan ke-malasan sudah mulai meradang. Dress code yang aku buat sebenarnya batik tapi aku malah pake kebaya plus celana item (tuh kan, mentalku sebagai pelanggar kesepakatan mulai terbentuk), sempet ada protes dari temen2 sih tapi aku cuman ketawa, maafkan aku ya teman2ku. Janjian pukul 1pm (aku yang buat jadwal) pun akhirnya molor se-jam, jadi pukul 2pm (lagi2 aku-pun yang bikin molor, dasar Indonesia). Untungnya ngumpulnya di rumah salah satu temen deket lokasi festival jadi yang dah dateng ga garing di pinggir jalan. Ngobrol2 tentang rencana bikin persatuan alumni khusus program studi, akhirnya kita jalan tiga puluh menit lepas pukul 2pm. Hampir di gerbang jalan kawi, ashar terdengar tapi kita tetep jalan. Allah, maafkan kami. Suasana festival masih “agak” sepi (lebih sepi dibandingkan kalau malam hari) dan jalanan agak longgar. Pertama masuk, kita tertarik foto2 di pintu gerbang.



Akhirnya kita jalan menikmati sore sekaligus mengenang jaman kuliah buat yang lulus, buat yang belum lulus kaya aku gini istilahnya beda jadi mengenang jaman masih semester muda. Foto2 masih tetep jalan, namanya juga HIMAGIFO (himpunan mahasiswa gila foto).
Seperempat jalan udah kita lalui, istirahat bentar sambil dengerin jazz acoustic di panggung-nya sponsor salah satu provider. Lagu yang di-nyanyiin ga asing tapi aku ga tahu judul-nya. Hummz, ngelihat personel-nya lalu terpesona dengan permainan mereka dan style mereka terutama vokalis dan basisstnya (suatu kebiasaan mengagumi salah satu dari group band, vokalis atau basisst), gila cool banget. Aku cuman terperangah di depan panggung tapi dari kejauhan ama permainan acoustic mereka apalagi pas nyanyiin lagu Malam Biru-nya Sandy Sandoro. Ikutan nyanyi dengan suara keras, ga peduli diliatin orang2, aku jatuh cinta ama mereka apalagi vokalisnya. Aku ngebayangin mereka ini adalah temen2 rekaanku selama ini dimana aku suka ama vokalisnya yang merupakan sahabatku dari kecil, bernama Syahreza Maulana dan biasa kupanggil Azer. Fisik Azer dan vokalis band Friend (sepertinya nama band-nya itu deh) hampir sama, sungguh aku terpesona ama band ini. Menikmati aksi mereka selama lima menit buatku sangat puas dan akhirnya memberikan applause pada mereka bahkan aku sampai meminta salah satu temanku untuk membidik mereka dengan kamera. Kapan lagi ya bisa ngelihat perform mereka? Atau ngelihat perform musisi jazz lain wes, di kafe atau festival jazz. Perjalanan dilajutkan, nyari2 souvenir malang tempo dulu berupa pin or gantungan kunci (wew, nawar harga tapi ga dapet harga yang diinginkan tapi tetep aja kita beli; cari jajanan jadul seperti gulali oles emput, manisan labu, kedelai rebus, tebu; “menjaring” anak2 kecil buat dibidik. Untuk yang terakhir ini, kita ngedapetin anak kecil buat foto bareng dan aku menyadri bahwa salah satu temanku pedophil-mania. Hahaha, lebih parah dari aku yang suka berondong =D
Pukul 5pm kita berdelapan bergegas keluar dari area festival, ngelihat animo masyarakat yang mau masuk, wuiihh semakin banyak. Untung aja kita udah jalan dari tadi. Kita menuju masjid dan sholat ashar dengan mepet2 waktu maghrib. Jalan lagi ke tempat janjian awal dan melanjutkan ngobrol, makan dan istirahat. Sungguh indah kebersamaan ini, tapi masih sangat kecewa gara2 sikap temen2 lainnya. Separah itukah individualisme saat ini? Terlihat saja dari Kersent 77 dan Mutan 05 yang susah bener diajakin ngumpul. Ironis.

Malang, 22 Mei 2010

Selengkapnya....

Sebuah Catatan Tentang Festival Malang Kembali: FMK Ketika Malam Hari

Rencana awal untuk pergi ke festival malang kembali udah disusun sejak bulan april, ketika rapat terbuka kersent 77. Diputuskan untuk jalan pada hari jumat ba’da maghrib dengan kostum ALL BOUT BATIK. Yang namanya rencana emang ga selamanya terlaksana apalagi dikondisi kersent yang telah dingin –sungguh aku kecewa dengan semuanya–. Pas hari H yang akhirnya dimajuin jadwal-nya dari keputusan awal, sungguh ironis keadaannya. Rencana awal yang diputuskan untuk berangkat hari jumat gara2 menghormati yang kuliah kamis malam akhirnya berangkat kamis malam karena kuliah kamis malam diganti jam. Entah karena diputuskan sepihak oleh tetua kosan, termasuk aku atau tidak adanya kekompakan diantara kersent 77’ers, akhirnya yang ikut hanya separuh dari populasi. Bayangkan saja, dari 15 orang penduduk hanya 7 orang yang ikut, apalagi satu orang yang ikut adalah orang selundupan (baca: ex-penduduk). Alasan yang ga ikut mulai dari tetep ada jadwal kuliah malam dari anak fakultas lain (gitu kok ga ngomong sih???), sakit (tapi pulang ke kosan malam banget) atau ngerjain tugas (tapi sore-nya udah ke sana ma temen kampusnya). Bener2 ga ada kekompakan sama sekali anak2 sekarang, individualisme banget. Sebenernya, pas siangnya masih bisa di-pending sih ke FMK pas hari kamis malam itu tapi salah satu tetua ngeyel mau pulang hari jumat pagi dan ngancem ga ikut kalo jadwal digeser ke rencana awal. Aku mikir, kalau jadwal dipindah lagi terus orang2 yang kurang punya kekompakan ini tetep ga ikut berarti malah dikit??? Akhirnya kita bertujuh berangkat dengan kemoloran satu jam dari jadwal awal yang jam 6pm ga pake telat.



Sesampainya di pintu gerbang jalan kawi, ini gara2 ga sengaja salah naik angkot jalur kawi tapi ga pa-pa sih biar ngerti gimana suasana gerbang kawi =p, suasana FMK penuh sesak (ya iyalah namanya juga festival gratis tanpa tiket masuk, emangnya festival punya moyangku yang bakal so exclusive buatku seorang dan orang2 pilihanku?) Sebenernya aku ngusulin sore aja jalan2nya tapi mengingat penduduk banyak yang kuliah sore dan sense-nya kurang dapet kalo ga malem. Diantara kerumunan orang2 yang mulai dandan totally jadul ampe yang pengen liat aja tanpa ambil pusing masalah kostum, kita bertujuh tetap berjuang untuk melihat-lihat stand dan foto2 (baca: narsis mode kemaruk). Lihat orang2 yang dandan totally jadul buat kita mupeng dandan seperti mereka (guys, jadi inget kostum kita tahun2 lalu, tapi baju batik yang kita pakai juga oke buat penyegaran suasana). Sampai setengah perjalanan kita berhenti untuk duduk melihat topeng monyet, wew bener2 kejadian ga terlupa karena di tempat ini aku dikejar monyet, apa gara2 aku dianggap saudaranya? Whatever. Duduk2 seperti ini aku membayangkan bisa ngajak temen2 ku yang ada di Surabaya buat ke FMK, mungkin rasa kebosanan yang menghampiri pas festival tahun ini akan berlalu karena aku bisa jadi guide dan hobi nyerocos-ku keluar. Akhirnya, setelah kita puas duduk (baca: rasa capek mulai ilang), kita bertujuh melanjutkan perjalanan. Kita bertujuh ga ada yang beli souvenir festival karena saking padatnya pengunjung, lagi-an siangnya aku udah jalan ke festival (meskipun waktu itu masih banyak stand yang siap2) dan mendapatkan pin+gantungan kunci malangan. Pun juga makanan macam gulali, aku yang doyan beli ga ada pikiran buat beli, eh tapi aku beli jajanan emput (apa-an coba? Aku ngertinya jam**t) setelah aku membuka bungkusnya ternyata jajan ini terbuat dari gilngan jagung dan biasanya buat colekan gulali. Rasanya? Hmmz, seperti jagung marning dan pantangan selama makan jajan ini adalah dilarang ngomong karena busbuknya akan menyembur keluar. Setelah kita melakukan rute perjalanan, rasanya capek banget nih kaki. Diputuskan buat nongkrong di bunderan dan lagi2 aku mau diseruduk, yang kali ini mobil (mulai berpikir, kapan ya aku diseruduk laki bener?) Di bunderan ini, foto2 lagi dan mengungkapkan kekecewaan tentang penduduk kersent yang ga ikut plus festival yang mulai membosankan. Pukul 9.30pm menuju kersent 77 dan sesampainya di kandang kita transfer foto plus istirahat. It’s so tired day, ya salahnya sendiri ke festival dua kali (siang plus malam).

Malang, 20 Mei 2010

Selengkapnya....

Rabu, 12 Mei 2010

jangan pernah merasa super jika belum merasakan kehidupan minor

dua minggu sudah, aku hidup di tempat yang tenang dan damai, yang ketika maghrib datang terdengar suara jangkrik dan air mengalir berlomba dengan suara adzan, meskipun pada awalnya aku sangat berontak.
tapi mau bagaimana lagi? ini juga untuk masa depanku, insyaAllah.
dua minggu ini aku belajar dan akan terus akan mendapatkan pelajaran selama hari-hariku disini.
betapa sungguh hidupku selama ini sudah lebih beruntung daripada orang-orang disekitarku sekarang.
aku sudah pernah merasakan pendidikan tinggi yang sesungguhnya juga bullshit menjamin masa depan, tapi bukankan menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim?
aku juga sudah merasakan kasih sayang dari kedua orang tua yang selalu memperhatikan kehidupanku sampai di usiaku dua puluh dua ini, keluarga yang penuh dengan demokratis (meskipun terkadang ada otoriter juga).
keluarga yang bisa menampung uneg-unegku dan teman diskusi selama ini.
aku sudah pernah merasakan penuhnya fasilitas yang terkadang tidak kurasakan manfaatnya dulu, tapi sekarag sungguh aku ingin fasilitas2 itu kembali dan berada disekitarku.
aku juga pernah merasakan teman diskusi yang nyambung dan mengesalkan, terkadang aku berharap mereka enyah tapi keadaan sekarang buatku mengerti dan membutuhkan kehadiran mereka sekarang.
aku sudah pernah merasakan pengetahuan yang kurasa banyak dan ternyata aku merasa pengetahuanku sangatlah kurang dan tak ada artiya dibandig orang2 disekitarku sekarang.
sungguh aku merasa kecil di samudera ilmu Allah yang ada dihadapanku sekarang,
aku mungkin yang terlalu sombong selama ini, terlalu merasa bisa akan semua hal, merasa super dibading yang lain tapi ternyata ke-superanku tak ada artinya di kehidupan yag serba terbatas. tanpa ada keluarga,pendidikan formal, fasilitas memadai, teman diskusi nyambung dan semua pendukungku di masa lalu.
aku merasa kecil diatara mereka yang menganggapku super.
bukan...bukan..aku bukan superior, aku cuma makhluk yang terlalu sombong yang gak bisa memaknai hidup ketika semua ada.
harusya aku bersyukur karena telah diberi kemapanan yang berlebih olehNya.

astaghfirullah,,,

*tulisan yang kubuat ketika aku harus menghadapi kenyataan jauh dari semua yang telah diberikan Allah selama ini.

Selengkapnya....