Senin, 24 Mei 2010

Wartawan Antara Konsistensi dan Eksistensi

Wartawan, sebuah bidang yang penuh dengan tantangan, pikiran kritis dan idealisme kurasa. Lihat saja tentang berita-berita yang ditulis oleh wartawan, dalam hal ini lebih mengarah ke media cetak, semuanya tentang isu-isu yang berkembang dalam masyarakat. Mulai dari kenegaraan yang berhasil membongkar borok makelar kasus di Negara kita sampai ilmu klenik, seperti contohnya berita tentang bocah ajaib asal Jombang yang sempat menghebohkan beberapa waktu lalu. Semuanya ditulis secara men-detail dan memaparkan suatu berita untuk dikonsumsi publik. Tulisan-tulisan cerdas telah mereka buat agar masyarakat luas mengetahui perkembangan informasi. Bidang yang sudah menyita perhatianku akhir-akhir ini, saat diriku sedang mencari jati diri di pre-quarter life ini. Aku berpikir bahwa bidang ini akan sangat mengasyikkan karena perpaduan hobi dan sifatku, seperti yang telah kusebut di awal tulisan. Aku sangat idealis, senang menceritakan sebuah kejadian dalam bentuk tulisan dan berkomentar tentang sesuatu yang telah berkembang di masyarakat, selain itu aku juga sangat suka sekali dengan tantangan dan perjalanan atau bisa disebut no-maden, paduan yang pas untuk bidang wartawan bukan? Bahkan aku berniat mau jadi kuli tinta di bidang kuliah yang ku ambil, pertanian. Aku ingin nanti-nya aku bisa menulis kritis tentang kenyataan situasi pertanian di lapang. Untuk mewujudkan itu semua, aku sekarang mulai ikut seminar, talkshow atau diklat jurnalisme --lebih-lebih media cetak karena aku berpikir melalui tulisan kita bisa mempengaruhi pendapat orang-- disamping ikut seminar tentang lingkungan hidup, pertanian, ketahanan pangan ataupun enterpreneur. Entah mengapa keinginan berkecimpung di bidang ini muncul yang bisa kukatakan terlambat di usia-ku sekarang tapi sebenarnya mending terlambat sekarang daripada nanti. Seperti hari ini, aku ikut talkshow sehari di kampus yang diadakan oleh komunitas pers mahasiswa. Tema yang diangkat cukup menarik, yaitu sebuah isu tentang persaingan media cetak dengan media online.



Talkshow yang telah dipromosikan oleh salah seorang temanku ini telah membuka wajah bidang pers saat ini. Bidang yang saat ini aku idamkan untuk menyalurkan sifat dan hobiku ternyata berbeda dengan kenyataan saat ini. Kenapa? Ini semua karena gempuran dari media online atau istilahnya berita yang kita dapat dari sebuah website di internet. Mendengar kata-kata idealisme tentu kebanyakan orang akan tertawa dan menanggapi, buat apa sih kita membunuh diri kita sendiri? Hal ini juga ter-implikasi oleh pers saat ini, dalam dunia yang telah mengglobal saat ini dimana informasi dapat diakses secepat kedipan mata, media cetak mencoba bertahan dalam gempuran website berita. Media cetak yang awalnya sebagai media yang konsisten bernada satir dan pemersatu pikiran pada perang kemerdekaan menjadi sebuah bidang yang bagaimana bertahan agar tetap eksis saat ini. Idealis pers mulai menjadi lebih realis. Memang itulah kenyataan saat ini, bidang wartawan media cetak memang berusaha untuk tetap bertahan dalam penyediaan pekerjaan karena banyak media cetak di dunia yang beralih menjadi media on-line. Sekarang, untuk tetap mempertahankan pekerjaan ini, banyak media cetak yang melihat pangsa pasar. Pasar atau masyarakat berminat membaca berita yang seperti apa bukannya, masyarakat perlu diberi informasi kritis apa. Melihat kenyataan seperti ini timbul pertanyaanku, kemanakah idealisme wartawan? Kemanakah kekritisan wartawan? Tapi itu semua memang sebuah pilihan, pilihan realis agar eksis atau idealis tapi tetap konsisten dan akhirnya mati perlahan (aku menyadari dengan se-sedar-sadarnya bahwa idealisme bisa membuat kita mati perlahan).
Talkshow yang digelar hari ini juga memaparkan tentang kode etik seorang wartawan dan kebebasan mereka dalam mencari dan menulis berita. Aku menemukan celah disini, apakah seorang wartawan agar tetap eksis akan mengusik sisi lain dari sumber berita yang tidak semestinya dijadikan konsumsi publik? Atau bahkan mungkinkah mereka menulis sebuah berita dengan dilebih-lebihkan yang sebenarnya berita itu tidak demikian besarnya? Lagi-lagi ini memang sebuah pilihan, tetap konsisten atau eksis. Tapi ditambahkan pula dalam talkshow sehari ini, bahwa sebaiknya wartawan tetap memegang dua fungsi mereka yaitu fungsi sosial dan fungsi bisnis. Dua fungsi ini saling melengkapi sehingga para wartawan agar tetap eksis dapat memberikan informasi pada masyarakat sesuai pangsa pasar tapi tetap menjaga kualitas berita itu.
Kita kembalikan bahasan konsisten dan eksis pada diri kita yang mungkin suka menulis gagasan di media cetak. Isi dari gagasan itu akankah tetap menjaga idealis dan bobot tulisan ataukah menulis sebuah gagasan apa adanya asalkan kita mendapat uang dan nama? Mungkin hati nurani kita yang dapat menjawab dengan jujur.
Bahasan lain dari talkshow ini adalah tentang materi media on-line yang disebut-sebut sebagai penghancur utama media cetak, masyarakat memang bisa meng-update berita secara cepat melalui website dan bahkan dapat pula menjadi penulis berita melalui blog. Untuk alasan yang pertama memang media cetak kalah cepat dengan media on-line tapi untuk alasan kedua ini–lah yang membuat media cetak lebih unggul. Seperti yang kita ketahui bahwa blog dapat ditulis oleh para pemilik account yang artinya adalah penulis blog bisa siapa saja dan kurang dapat dipertanggungjawabkan sumbernya karena bisa saja penulisnya memakai nama palsu dan tulisan yang mereka tulis dari sitasi tanpa menulis sumbernya.
Simpulan dari talkshow yang digelar hari ini adalah, bahwa ke-eksistensi-an sebuah media cetak adalah sebuah kombinasi antara konsistensi dan inovasi menuruti pangsa pasar sehingga tercipta tulisan-tulisan cerdas pada media cetak tapi tetap diminati masyarakat ditengah arus derasnya informasi dari media on-line.

Malang, 23 Mei 2010
Sebuah catatan hasil pemikiran pribadi penulis setelah mengikuti talkshow sehari tentang jurnalis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar