Jumat, 04 Juni 2010

Dua Belas Jam Melepas Rasa Kangen Itu

Salah, mungkin, ketika aku memutuskan untuk pulang ke kota kelahiranku pada tanggal 2 Juni 2010. Dosa terus yang meluncur dari mulutku. Isinya omongan kotor mulu’, istilah Suroboyo-nya misuh. Kehadiran warna BIRU-ORANYE-MERAH sungguh menyesakkan jalan dan dadaku. Secara kan aku pendukung HIJAU dan BIRU-satunya, teriakan-teriakan mereka yang mencemooh hijau dan biru-satunya buatku geregetan setengah mati dan akhirnya meluncur kata-kata misuh dengan lancarnya tapi cuma dalam hati. Ya iya-lah mana mungkin aku mau menyia-nyiakan anggota tubuhku untuk di gebuk-in massa macam mereka. Inilah kisahku, selama dua puluh empat jam menempuh perjalanan Malang-Surabaya-Malang diantara lautan musuh (kalau aku boleh bilang mereka itu musuh).
Dua Juni, itu adalah hari mendebarkan dalam hidup kemahasiswa-anku. Aku maju proposal (lagi). Pukul 11am, ujian proposal dimulai, suasana mencekam (bagiku) menghiasi ruangan. Tiba saat evaluasi dari supervisorku, aku makin deg-deg’an. Dengan bahasa tubuh yang terlihat nervous dan suara bergetar plus senyum getir, aku mencoba menjawab pertanyaan dan sanggahan. Beliau-beliau sama-sama berpesan untuk tetep semangat dan fokus. Pukul 12.30pm ujianku selesai, Alhamdulillah itu artinya aku jadi pulang ke Surabaya, kangen banget sama kota itu. Lima minggu sudah aku tidak pulang, kangen rumah, ayah-ibu serta kenangan-kenangan di Surabaya dan juga seseorang yang mungkin gak akan ngerti perasaan ini karena aku sebenarnya juga gak yakin akan perasaan kangen yang ku anggap berlebih. Ok, balik ke topik awal. Pukul 2pm aku menuju Dau buat ngambil oleh-oleh yang udah disiapin ama ibu kos-ku yang di Dau-Batu. Perjalanan yang biasanya bisa ditempuh dengan perjalanan 30 menit jadi molor 30 menit lagi, jadi total waktu dari kosan Kersent ke kosan Dau 60 menit. Tahu gara-gara apa? Gara-gara biru konvoi atas juara mereka. Huaahh, membuka luka lama-ku ketika masih berseragam abu-abu-putih. Ketika itu, aku sebel ama ulah hijau yang memacetkan jalan sehingga aku yang harusnya bisa pulang jam 4pm jadi pulang jam 5pm. Saat itu aku cuma menggerutu gak abis-abis. Kejadian seperti ini membuatku membuat kesimpulan kalau suporter itu sama saja, cuma bisa bikin orang lain susah dan mendongkol. Tapi bagiku masih mending hijau yang konvoi daripada biru yang pasti akan ketambahan oranye dan merah. Soalnya, kalau biru-oranye-merah konvoi pasti mereka misuh’i hijau dan biru satunya. Hahaha, sebenarnya sih sama saja, sama-sama saling misuh’i tapi ya itu tadi karena musuh jadi tambah sebel.
Sesampainya di kosan Dau dan mengambil oleh-oleh, aku balik ke Malang dan menuju terminal Arjosari. DAMN!!!! Jalanan tambah penuh sesak dengan musuh (sebutanku untuk biru-oranye-merah) dan aku melihat mereka menyeret kaos hijau yang diikat dibelakang motor, suatu penghinaan yang berlebihan. 30 menit menunggu angkutan umum dan 90 menit perjalanan Dau-terminal Landungsari. Udah gitu suara klakson dimana-mana ditambah dengan raungan motor yang naudzubillah plus misuh-missuh mereka akan hijau dan biru-satunya bikin kuping panas. Tepat adzan maghrib, aku masih keleleran di terminal Landungsari sengan ditemani calon penumpang lainnya. Dua puluh menit menunggu tanpa ada tanda-tanda kehidupan akhirnya aku putuskan untuk berjalan kaki entah sampai mana nanti. Alhamdulillah juga aku lagi halangan jadi gak bingung dengan melaksanakan kewajiban lima waktu. Dalam perjalanan yang memang benar-benar jalan kaki, aku misuh-misuh dan itu membuat bibir dan mulutku ini besok pas hari akhir akan dimintai pertanggungjawaban. Astaghfirulllah, maafkan hambaMu ya Allah. Telpon berdatangan dari ibu dan ayah, aku cuma menjawab kalau aku lagi jalan kaki dan gak ngerti jadi pulang apa gak. Dalam pikiranku sih, aku bakalan jalan ke kosan Kersent ja dulu, ke terminal Arjosari-nya entah kapan dan itu berarti mungkin aku gak jadi pulang malam itu. Padahal dalam bayanganku tadi bisa sampai rumah maghrib dan bisa ke acara kawinan temenku tapi ya namanya manusia, hanya bisa merencanakan. Setelah berjalan kaki selama 1 kilometer sambil membawa kado kawinan, aku menemukan angkutan yang bisa membawaku ke terminal Arjosari. Pas kutanya sopirnya, eh si sopir bilang kalau dia bakal berhenti di jalan Bandung, dugh yak pa nih? Biar wes, yang penting aku gak jalan kaki ke kosan Kersent.
Sampai di daerah kosan dengan penuh kemacetan, aku memutuskan untuk terus lanjut ke terminal Arjosari dan pulang ke Surabaya. Putus asa, sempet sih waktu ayah menelponku untuk kesekian kali-nya. Jalan Bandung menjelang dan ternyata emang bener kalo penumpang di turunkan di jalan ini. Berjalan kaki lagi mencoba mencari angkutan lain dan Alhamdulillah menemukannya!!! Buru-buru telpon temen yang mau nganterin aku ke terminal Arjosari, bilang kalau aku udah dapet angkutan. Sebenarnya sih aku gak mau ngerepotin dia apalagi suasana jalanan ancur kaya gini. Perjalanan dilanjutkan dengan lagi-lagi bertemu musuh. Eneg plus stress lihat keadaan ini semua tapi ya mau gimana lagi, ini kan kota mereka. Akhirnya pukul 8.30pm aku dapet bis patas idolaku yang berinisial K. Huaahh, nyamannya. Di daerah Singosari-pun musuh masih bikin ulah, rem bolak-balik dari sopir berhasil membuatku terganggu dari lelapku. Tapi yang namanya Ms. Pelor tetep aja bisa tidur bagaimanapun keadaannya. Aku tidur dengan nyamannya dan terbangun di daerah Pandaan lalu melanjutkan tidur lagi. Masuk gerbang tol Porong-pun aku gak ngerti, tersadar dengan kesadaran penuh waktu kondektur meneriakkan, Medaeng. Wuihh, lima belas menit lagi bakal nyampe pintu gerbang Surabaya. Pukul 10.15pm aku bertemu dengan ayah di terminal Purabaya dan lima menit kemudian sampai juga di pintu gerbang Surabaya. Seneeeenngg banget lihat banyak plat L dan pernak-pernik hijau, luv Surabaya deh. Mungkin ini hikmah dari aku belajar di kota lain, aku bisa memaknai arti penting kota kelahiranku dan membuatku pengen balik ke kota ini kalau sudah berumah-tangga ntar, syukur-syukur kalo dapet ama orang yang dikangenin secara berlebihan yang aku sendiri-pun gak ngerti kenapa.
Mampir ke warung jual sate, ditempat ini aku bercerita ke ayah tentang ujianku dan kekesalanku ama musuh. Disempet-sempetin ngobrol karena besok aku harus balik ke Malang pagi biar dapet sore nyampe. Sepanjang perjalanan Ahmad Yani-rumah, banyak banget ngelihat perubahan. Ini sebulan gak pulang, kalau 3 bulan gimana ya? Sampai di rumah, jam ruang tengah berbunyi, menandakan pukul 11pm, menghitung waktu perjalanan, GILA!!! Tujuh jam terjebak macet di Malang dan perjalanan ke rumah dua jam jadi total sembilan jam aku ber-bag packer-ria. Wew, edan bener hari ini. Makan malam yang terlalu larut dengan diselingi obrolan dengan ayah-ibu dan masku. Pukul 12am, aku memutuskan tidur meskipun banyak hal yang harus aku omongin ama ayah.
Bangun tidur jam 5.30am tanpa gangguan karena emang lagi “libur”. Memutuskan untuk ke rumah temen yang baru nikah kemarin, jam 6am biar bisa naek motor, hehehehe. Pangling aku ama temenku ini, dia-nya juga agak pangling ama aku. Tambah item kali ya aku-nya. Pukul 6.30am pamitan, gila cuma ngobrol lima belas menit tapi mau gimana lagi, lha wong motor mau dipake ayah ke kantor jam 7am. Macet menghadang, parno ama kejadian kemarin. Lima belas menit perjalanan ke rumah lalu dilanjutkan sarapan bersama dan diselingi curhatan atau lebih tepatnya pengaduan, istilahnya wadul, dari ayah-ibu serta wejangan dari ayah biar aku jangan sampe tua di kampus. Amin,,,insyaAllah tetep fokus. Setelah ayah berangkat, aku bersiap pula untuk balik ke Malang pukul 10am. Berat banget rasanya harus meninggalkan rumah, kangenku belum terpenuhi sepenuhnya. Apalagi kangenku ama seseorang itu, dia sendiri aja gak aku beri tahu kalau aku lagi Surabaya hari itu, hhhh aku bener-bener kangen dia. Ditinggal ibu yang lagi bantu-bantu di acara kawinan tetangga dan mas-ku yang ngelayap entah kemana, aku ndengerin HRFM dan temanya waktu itu it’s all bout eM-eL. Gaya guyonan yang segar dari penyiar buatku tambah berat ninggalin kota ini. Pukul 9.30am aku telpon ibu biar bisa pamitan dan tepat pukul 9.45am aku keluar rumah dengan perasaan yang sangaaatt aneh. Ibu mencium pipi-ku, buatku tiba-tiba mbrambang. See yaa rumahku, entah kapan aku bisa ke sini lagi, mungkin dalam hitungan bulan, aku gak bisa lagi sesering dulu untuk pulang. Semoga semua ini bisa indah pada waktu-nya. Tepat pukul 11.30am, aku beranjak dari terminal Purabaya menuju terminal Arjosari. insyaAllah siap menghadapi kenyataan. Dua belas jam di rumah buatku merasakan kesesakan di dalam dada. Perjalanan tersingkat selama mengunjungi rumah. Tetep kangen Surabaya, suatu saat aku pasti akan kembali ke kota itu dan merasakan sensasi yang dulu mungkin tidak kurasakan. Yang pasti aku lagi kangen seseorang yang di Surabaya dan aku gak ngerti kenapa perasaan ini berlebih karena aku (mungkin) emang lagi jatuh cinta ama seseorang itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar